Kominfo News :
Selamat Ulang Tahun Ke-31 Paroki St. Laurentius Bandung
Iklan Paroki
Home » » Spiritualitas Kaum Muda

Spiritualitas Kaum Muda

Written By Unknown on Thursday, November 22, 2012 | 2:00 AM

Perempuan muda itu bernama Tari, berumur 22 tahun, kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Jurusan Komunikasi, Universitas Indonesia, Depok. Bukan anak Jakarta, dia lahir hingga sekolah menengah atas di Cilacap, Jawa Tengah. Perempuan Katolik, dari keluarga Katolik, yang sejak awal bersekolah Katolik, hingga akhirnya ia diterima dan kuliah di Perguruan Tinggi Negeri ini.

Banyak keterkejutan yang ia alami. Dari perempuan belasan tahun ‘kampung’ yang tenang, masuk ke himpitan manusia dengan segala banjir dan macetnya kota Depok yang praktis sudah melebur dengan Jakarta. Dari dialek Jawa Cilacapan yang banyak menggunakan huruf ‘a’ ke ngomong Jakarte yang terdengar ketus dan tidak basa-basi ala orang kota yang sebenarnya tidak semuanya berbobot dan berisi. Dari sebuah sekolah yang kualitasnya pinggiran pantai selatan Jawa, tiba-tiba dia harus masuk ke dalam sebuah komunitas ‘para raksasa’ perguruan tinggi paling besar di negeri ini, yang memiliki reputasi memroduksi orang-orang paling penting di bangsa ini. Dengan demikian, dia berada di tengah-tengah komunitas sumber daya manusia yang berpotensi membangun dan sekaligus menghancurkan.

Tentu Tari tidak seluruhnya langsung menyadari hal ini. Paling-paling, empat tahun lalu, ketika ia datang di kota ini, ia merasakan semuanya serba asing, dan tidak jarang, segalanya membuat dia merasa sendiri. Ia merasakan sendiri, justru dalam keramaian.

Kehidupan moderen dan Jakarta adalah tanah dengan kandungan kimia yang unik. Beberapa orang tidak bisa bertahan, layu sebelum berkembang dan mati muda. Tetapi beberapa lainnya, tumbuh dan berkembang di sana. Di Jakarta ini, tidak jarang bunga hutan, misalnya anggrek, menjadi pujaan kalangan orang-orang paling terhormat. Ia cemerlang dan eksotis.

Tari bukan malaikat. Setiap kali dia pergi ke mal sebelah kampus UI Depok, dia terperangah dan cemas, “Inikah gaya hidup yang saya hadapi sekarang dan di masa depan?”. Lebih-lebih bila ia mendatangi mal-mal raksasa di pusat kota Jakarta. Semua orang didesak dan ditekan untuk mengikuti gaya hidup ini, memakai pakaian yang paling baru, bertubuh wangi, menggunakan gadget terkini. Mampukah saya dan puluhan juta anak muda lainnya berlomba-lomba dan berkelahi untuk semuanya ini? Siapa yang akan menjadi korban dalam perebutan ini?

Ketenangan ia dapatkan ketika ia memegang Rosario dan mulai berbisik, “Salam Maria, penuh rahmat, Tuhan sertamu. Terpujilah engkau di antara wanita, dan terpujilah buah tubuhmu Yesus”.

Tari menemukan dirinya dalam pengalaman sepi dan hening silih berganti. Jakarta tidak menakutkan. Ia menantang. Ia memberikan kesempatan yang begitu luas untuk maju dan berkembang. Spirutalitas kaum muda adalah adaptatif. Kamu muda mestinya cair, memenuhi wadahnya, masuk ke setiap sudut-sudut yang biasanya dihindari oleh orang tua yang sudah berhenti mencari.

Identitas Katoliknya terukir lebih jelas dengan terlibat dalam keluarga mahasiswa Katolik. Tari aktif dan menjadi penggerak di dalamnya. Menjadi jelas baginya, bahwa kekatolikan diasah ketika hidup di tengah-tengah masyarakat pluralis beranekaragam. Ketika ia larut dalam komunitas campuran, ia rindu pulang ke komunitas yang seragam.

Tetapi perwujudan spiritualitas Katolik memang bukan sekadar aktif di komunitas Katolik. Panggilannya tidak hanya menjadi terang. Ia juga menjadi ragi dan garam. Ia tidak hanya berani bersaksi, “Saya beriman Kristen”; melainkan juga masuk ke dalam masyarakat dan dunia dengan segala lumpur dan polusinya, namuan tidak hanyut dalam arus besar. Ia memengaruhi dan mewarnai orang-orang di sekitar tanpa secara langsung menggunakan simbol-simbol Katolik.

Jadi spiritualitas kaum muda sebenarnya spiritualitas orang Katolik pada umumnya. Tetapi ia lebih dinamis, berani membuat kejutan, tidak takut dan gentar dengan perubahan. Jadi penghayatan spiritualitas kaum muda adalah penghayatan kekristenan seperti Paulus yang ‘pemberontak’, militan, kretaif, berani bereksperimen dan berani ambil risiko gagal.

sumber; hidupkatolik.com
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2012. Paroki St. Laurentius Bandung - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger