Oleh: Pst. H. Tedjoworo, OSC
Anak-anak
semakin tidak aman sekarang. Berita-berita tentang keke-rasan terhadap
anak dalam rumah tangga, bertubi-tubi, makin sering muncul di media
massa. Ironis sekali. Mereka yang seharusnya paling dilindungi,
dijadikan sasaran pelampiasan stress. Mengapa anak-anak ini jadi tumbal?
Apakah karena mereka tidak bisa membalas, lantas boleh dikorbankan?
Rasa-rasanya kita merancukan korban dan
tumbal. Saat kita berpikir “lebih baik orang lain yang dikorbankan”,
itulah tumbal… Kita sangka, mengorbankan (milik) orang lain itu tidak
apa-apa, asal bukan saya. Pada waktu itu, bukan egoisme lagi, tapi
kebiadaban, kekejaman, yang dilakukan.
Abraham, bapa iman kita,
ternyata bisa keliru menafsirkan kehendak Allah. Ketika Allah meminta
supaya ia mempersembahkan [“meninggi-kan”, Ibr: alah] Ishak, putra
terkasihnya, di atas gunung, Abraham mengiranya sebagai ‘mengorbankan’
anaknya itu [Ibr: alah juga]. Jika ingat kisah Abraham dan Sarah
mendapat Ishak [Ibr=’tertawa’, karena Abraham tertawa saat diberi tahu
akan mendapat anak pada usia tua, Kej 17:17], kita akan heran, bagaimana
mungkin Allah yang memberi Ishak sekarang memintanya supaya
dikorbankan?
Tapi Allah memang menguji Abraham, dan Ia menguji dengan kata-kata. Ia ingin tahu apakah Abraham ini hanya “taat buta”, atau akan berusaha memahami dulu apa maksud Allah sesungguhnya. Mungkin kita pun sering “mengorbankan orang lain” daripada “mempersembah-kan apa yang terbaik” yang kita miliki. Seseorang bersemangat men-gumpulkan dana. Saking semangatnya, dana yang terkumpul banyak sekali, melebihi harapan. Semua orang kagum atas keberhasilannya. Tapi tak ada yang tahu bahwa ia sendiri tidak menyumbang sepeser pun! Ia merasa sudah berkorban, tapi sebetulnya mengorbankan milik orang lain.
Ketika bersabda di dalam awan, “Inilah Putra-Ku yang Kukasihi, den-garkanlah Dia,” Allah berbicara tentang Diri-Nya sendiri. Peristiwa Transfigurasi adalah peristiwa Allah menunjukkan kepada dunia, siapa Diri-Nya, yang dikenali manusia! Ketika merelakan Putra-Nya yang ter-kasih, Allah sebenarnya mengorbankan (“meninggikan”) Diri-Nya bagi dunia, supaya dunia hidup. Mendengarkan Putra-Nya, berarti mengikuti apa yang dilakukan-Nya: mempersembahkan diri.
Ternyata, sebuah mentalitas bisa sangat berbahaya. Mentalitas itu ialah “asal-bukan-saya” (tak mau susah, tak mau menyumbang, tak mau berkorban, membesar-besarkan sumbangan, tak mau diberi tanggung jawab)—semua ini laku sekarang! Dan lihatlah, betapa susah orang zaman sekarang dimintai tolong. Kalau ada yang kelihatan gembel dan pucat mendekat, kita sudah menghindarinya dari jauh. Ketika ada yang butuh bantuan, kita tiba-tiba sibuk dan hilang dari peredaran. Semoga kita belajar berkorban.
Amin.
Tapi Allah memang menguji Abraham, dan Ia menguji dengan kata-kata. Ia ingin tahu apakah Abraham ini hanya “taat buta”, atau akan berusaha memahami dulu apa maksud Allah sesungguhnya. Mungkin kita pun sering “mengorbankan orang lain” daripada “mempersembah-kan apa yang terbaik” yang kita miliki. Seseorang bersemangat men-gumpulkan dana. Saking semangatnya, dana yang terkumpul banyak sekali, melebihi harapan. Semua orang kagum atas keberhasilannya. Tapi tak ada yang tahu bahwa ia sendiri tidak menyumbang sepeser pun! Ia merasa sudah berkorban, tapi sebetulnya mengorbankan milik orang lain.
Ketika bersabda di dalam awan, “Inilah Putra-Ku yang Kukasihi, den-garkanlah Dia,” Allah berbicara tentang Diri-Nya sendiri. Peristiwa Transfigurasi adalah peristiwa Allah menunjukkan kepada dunia, siapa Diri-Nya, yang dikenali manusia! Ketika merelakan Putra-Nya yang ter-kasih, Allah sebenarnya mengorbankan (“meninggikan”) Diri-Nya bagi dunia, supaya dunia hidup. Mendengarkan Putra-Nya, berarti mengikuti apa yang dilakukan-Nya: mempersembahkan diri.
Ternyata, sebuah mentalitas bisa sangat berbahaya. Mentalitas itu ialah “asal-bukan-saya” (tak mau susah, tak mau menyumbang, tak mau berkorban, membesar-besarkan sumbangan, tak mau diberi tanggung jawab)—semua ini laku sekarang! Dan lihatlah, betapa susah orang zaman sekarang dimintai tolong. Kalau ada yang kelihatan gembel dan pucat mendekat, kita sudah menghindarinya dari jauh. Ketika ada yang butuh bantuan, kita tiba-tiba sibuk dan hilang dari peredaran. Semoga kita belajar berkorban.
Amin.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !