Hampir setiap hari mdia massa
memuat berita seputar bom dan teror di berbagai tempat. Berita mengenai bagaimana aparat Densus 88 POLRI bergerak dibantu masyarakat menangkap
dan mengungkap kasus, misalnya.
Berita-berita semacam ini seolah telah menjadi bagian sarapan pagi kita.
Namun, di tengah berbagai berita-berita tersebut, yang mengherankan adalah kenyataan
para pelakunya ternyata adalah anak-anak
remaja. Apa yang sebenarnya terjadi dengan para remaja
kita? Apa yang seharusnya perlu kita lakukan
sebagai umat Katolik?
Berawal dari pertanyaan tersebutlah maka Forum
Kemasyarakatan Paroki St. Laurentius menyelenggarakan diskusi untuk mengisi pertemuan rutin dwi-bulanan mereka. Dalam kesempatan kali ini, Forum Kemasyarakatan
yang merupakan gabungan dari Seksi Hubungan Antar Agama dan Kemasyarakatan
(HAK); Seksi Kerasulan Awam (KERAWAM) dan Seksi Pengembangan Sosial EKonomi
ini mengundang Bpk.
Wawan Gunawan S. Ag. MM.
Beliau yang akrab dipanggil Kang Wawan tersebut merupakan Ketua
JAKATARUB (Jaringan Kerja Antar Umat Beragama).
Tepat pukul 18.00, acara yang diadakan pada Rabu 26 September di R. Agnes ini
pun dimulai. Bapak Robert Suryatno selaku Ketua Seksi HAK, bertidak sebagai moderator dalam acara yang
juga dihadiri oleh Pst. Alphons Bogaartz, OSC dan Pst. Charles, OSC ini. Sebagia pembukan, Bpk. Robert membagi informasi seputar berbagai peristiwa aktual seputar masalah-masalah yang
berkaitan dengan Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan .
Kang Wawan pun mencoba
menjawab seputar mengapa dan apa yang sedang terjadi dengan anak muda yang terlibat dalam berbagai peristiwa tersebut
dan hubungannya dengan radikalisme. Beliau juga memberi pemaparan
yang beliau ambil dari bagian-bagian penelitian dalam rangka thesis yang tengah
disusunnya. Pemaparan beliau
dimulai dengan data catatan intelijen Wawan Purwanto, serta
hasil survey Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian Jakarta pada bulan Januari 2011. Pelaku
kekerasan atas nama agama tidak sedikit berasal dari kalangan pemuda, bahkan
mereka yang ditangkap baru-baru ini termasuk usia remaja atau pelajar setingkat
SLTA. Contohnya penyergapan atas
kelompok teroris Abu Dujana, pelaku bom Ritz Carlton, JW Marriot, dan penangkapan pada kasus pengeboman di
Klaten (25
januari 2011).
Mayoritas para pelaku ini masih muda. Yang sangat mengejutkan hasil survey LKIP yang digelar pada Oktober 2010 hingga
Januari 2011 terhadap 59 Sekolah Swasta; 41 Sekolah Negeri, 590 Guru Pendidikan Agama Islam, dan 993
murid-muridnya.
Hasil survey tersebut,
antara lain menunjukkan data yang cukup mengejutkan:
-
40% setuju dengan kekerasan dalam
penyelesaian masalah agama dan moral;
-
67% guru dan 27 % siswa mengenali
organisasi radikal dan tokoh-tokohnya;
-
24% guru dan 13 % siswa setuju
terhadap tokoh-2 radikal tersebut;
-
63% guru dan 41% siswa menolak
berdirinya tempat ibadah non Islam di lingkungannya;
-
57% guru dan 37% siswa menolak
bertoleransi dalam perayaan keagamaan non Islam;
-
21% guru dan 26% siswa menganggap
Panca Sila tidak lagi relevan sebagai ideologi negara;
-
65% guru dan 65% siswa menganggap
persoalan bangsa akan teratasi bila syariat Islam
-
diterapkan di Indonesia.
Menurut Kang
Wawan penelitian di atas merupakan pendekatan normatif kuantitatif, dan penelitian kualitatif dengan essay. Sementara
obyek penelitian yang beliau pilih adalah Rohis-rohis (Rohani
Islam-kaum muda pengurus masjid di sekolah-sekolah). Dalam penelitian tersebut, beliau menggunakan
paradigma dari Teori Gerbner, seorang pakar komunikasi massa. Dalam teori tersebut dikatakan bahwa manusia merupakan satu-satunya makhluk yang paling suka dongeng.
Mereka menjalain hidupnya berdasarkan dongeng yang mereka
percaya hingga menjadi ‘kebenaran’
Landasan teoritis dalam pengerti aini adalah pengertian bahwa radikalisme merupakan bentuk penolakan serta perlawanan terus
menerus terhadap suatu kondisi, terus menerus berupaya mengganti tatanan yang
ada. Kuatnya keyakinan kaum radikalis akan kebenaran ideologi yang dianut tidak
terlepas dari dongeng yang membentuk
keyakinan tersebut. Begitu kuatnya sehingga amat diyakini dan
menjadi kebenaran ideologi bagi
mereka.
Gejala-gejala Islam
Radikal:
1.
Anti Barat, anti Amerika, dan anti
tokoh-tokoh Indonesia yang dianggap liberal;
2.
Melawan modernitas, dengan cara
berfikir hitam-putih, menganggap ideologinya paling benar;
3.
Anti rasionalisme dan anti kaum
moderat atau kaum liberal;
4.
Anti plurarisme dan memupuk sikap
keagamaan yang fanatik, tidak toleran terhadap agama dan kelompok lain;
5.
Menyetujui tindak kekerasan,
terorisme, intimidasi serta penyalah gunaan makna ‘jihad’.
6.
Menonjolkan sikap berbeda dalam
solidaristas kelompok dan ritualitas yang khas;
7.
Dan lain-lain tindakan yang
berusaha ditunjukkannya melawan tatanan ‘mainstream’ yang ada, serta tidak
memiliki wawasan kebangsaan Indonesia.
Dari hasil
temuan lapangan dan analisa, Kang Wawan menyimpulkan bahwa kualifikasi radikalisme kaum muda yang dicerminkan di kalangan
Rohis adalah:
1.
Pandangan mereka tentang
penerimaan atau penolakkan terhadap sesuatu informasi berlandaskan pada sesuatu
yang tidak valid dan tidak utuh;
2.
Pandangan mereka tidak ‘ajeg’,
tidak konsisten, paradox dan ambigu terhadap modernisasi. Contohnya, mereka mengharamkan perempuan menjadi
presiden RI, tetapi membolehkan non muslim jadi presiden;
3.
Mereka masih memiliki pandangan
yang terbuka dan toleran, misalnya tentang pendirian rumah ibadah non Islam di
lingkungannya;
4.
Masih bisa menerima kenyataan
situasi dan kondisi secara realistis;
5.
Berpikir secara puritan tidak
bertanya lebih dulu kepada alim ulama;
6.
Tidak setuju kekerasan, namun berpikir
secara simbolik tentang Islam, dan
pendapat mereka lebih mengikuti struktur diskursif dari media massa.
Kesimpulannya adalah bahwa
mereka tidak bisa dikatakan radikal namun juga tidak bisa dinyatakan moderat. Mereka hanya bisa dinyatakan
bernuansa radikal dan bernuansa moderat. Sehingga, yang menjadi persoalan
adalah bukan wacana apa yang ada di masyarakat pelajar dan kaum muda, melainkan
siapa yang lebih memiliki akses menyebarkan suatu wacana tertentu kepada
mereka.
Sebagai penutup acara, setelah dilakukan tanya-jawab dengan hadirin,
disimpulkan bahwa sebagai umat
non-muslim, terutama bagi umat Katolik pertemuan serta diskusi ini sangat
penting dan sangat berguna, kita dapat lebih mengerti apa dan bagaimana sebenarnya
yang terjadi dalam konteks radikalisme dan terorisme, sebaliknya
saudara-saudara kita kaum Muslim dapat menyampaikan informasi dan keterangan
serta fakta yang sangat berguna bagi pelaksanaan kerukunan umat beragama.
Oleh: Jimmy Rustan (Forum Kemasyarakatan/Kontributor)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !